INABAH XI '97 (pontren SURYALAYA)

0 comments

Malam itu
Aku terbangun dalam gelap
Dingin, sangat dingin hingga seluruh badanku mulai bergetar
Aku tidur beralaskan kayu
Sebuah botol air mineral berisi air bak kujadikan bantal untuk menyenderkan kepalaku
Botol keras itu,yah hanya botol itulah yang ku jadikan bantal tidurku.
Sementara kaki sebelah kanan dililit rantai sejengkal yg disatukan pada sepatok pasung kayu yg tertancap kokoh di lantai tengah kamar
Kepalaku penuh
Hal-hal yang tidak seharusnya kupikirkan bertebaran didalam pikiranku
“Apa yang aku lakukan?”
"Mengapa kaki dipasung dalam kerangkeng kamar ini?"
“Mengapa aku begitu bodoh?”
“Mengapa aku ada disini?”
Kalimat-kalimat itu terus berkecamuk di kepalaku.
Tiba² ku teringat kejadian kemarin sore,ketika sekelompok org yg mengatasnamakan aa pengurus pondok membekapku dan kemudian mengeroyok aku lantaran aku enggan menuruti perintah mereka untuk melaksanakan sholat dan mandi tobat.
Aku yg kala itu masih dalam pengaruh obat2an terlarang meronta dan berusaha kabur dan melawan meski ahirnya kalah oleh jumlah mereka
Terngiang dibenaku ketika ibu meneteskan airmatanya kala melihatku berkoar layaknya "pendekar kesiangan" dalam keadaan mabuk didalam rumah,teriakanku yg lantang tak tentu sembari merusak seisi kamar
bapakku,kakak2 perempuanku,seolah tak lagi kuhiraukan jerit histeris tangisnya
Yaa, mungkin karna kejadian itulah ayahku berinisiatip mengajak pa Haji (alm) tuk antarkan aku ke pondok ini.
Disini..
Aku tak bisa memeluk mereka
Raga kita terpisah oleh jarak,waktu dan besi yang berjejer rapih dihadapanku
Airmata mereka tumpah
Meski aku tak dapat melihatnya
Raut wajah mereka menjelaskan semua yang tak dapat dijelaskan oleh kedua mataku
Kembali ke malam dimana aku terbangun
Pikiranku terus melayang
Airmataku mulai menetes membasahi pipiku
Aku sadar aku telah mengecewakan orang-orang yang menyayangiku
Namun aku tak dapat mengembalikan waktu
Semuanya sudah berlalu
Aku merindukan semua hal
Aku rindu sinar matahari menghangatkan permukaan kulitku
Aku rindu kebebasan yang tidak aku dapatkan saat ini
Aku rindu berkumpul bersama sahabat-sahabatku, penuh dengan canda, dan juga tawa bahagia

Tapi dibalik semua itu
Aku benar-benar bersyukur kepada Tuhan
Bila Tuhan tidak menghukumku dengan cara seperti ini,
Mungkin aku sudah tenggelam bersama gelap yang terus menghantui setiap detik dalam hidupku dahulu
Bila Ia tak mengirimku ke tempat ini,
Mungkin aku takkan pernah menjadi diriku yang sekarang
Begitu banyak hal yang kupelajari di tempat ini
Yang takkan mungkin aku dapatkan di tempat manapun di dunia ini
Shalat lima waktu dan ber-dzikir tanpa henti
Rasa kebersamaan dan memiliki
Airmata yang berharga
Dan pelajaran-pelajaran lainnya yang tak mungkin kusebut satu-persatu
Kini aku sadar
Inilah cara Tuhan mengingatkanku akan keberadaanNya
Inilah cara Tuhan menyelamatkanku dari kejam dan pekatnya dunia

Terimakasih Tuhan
Kau membuatku hitam terlebih dulu sebelum memutihkanku
Terimakasih Tuhan
Kau tak membiarkanku tersesat dalam duniaMu yang penuh kekacauan ini lebih jauh
Terimakasih Tuhan
Kau telah memeluk batinku
Dan merubahku
Menjadi aku yang baru...

"Illahi anta maksudi,waridloka mathlubi a'thini mahabbataka wa ma'rifataka"

-†umαяí†íz™ -

dikutip dari catatan facebook ku:
https://m.facebook.com/notes/ohim-tumaritiz/pondok-inabah-xi-97-suryalaya/619595801446149/?refid=21

Serta di dedikasikan untuk mengenang 40hari wafatnya almarhumah ibuku Laela binti Abdul Halim

Catatan Selengkapnya »

Kuhapus Jejak-mu

1 comments


Bila aku mengingat mu
Pecah rasa teduh bumi ku
Bila aku membaca serangkai rasa mu
Belah pula patah tali darah ibu ku
Maka aku memilih menghapus engkau
Membenamkan semua kisah tentang mu
Merobek rindu pula harap ku
Biar tenang asa mu menderu satu tubuh itu
Sungguh aku tidak meminta hidup mu
Tidak pula memaksa mu
Untuk menuju pintu jiwa ku
Namun singkirkanlah nama ku dalam semua bait mu
Biarkan aku tenang tanpa harus mengenang mu
Biarkan aku bernafas tanpa mengingat fajar itu
Bukan saja kau yang punya hati juga kalbu
Namun aku jua punya itu
Walau itu dimata mu hanya nampak sebidang semu
Karna ku tahu....
Ada ku hanya lubang hampa ditengah waktu kau berkelana rindu
Maka kuhargai kepergian mu
Yang atas angkuh mu, kau benturkan kami pada satu darah Ibu...

-Ohím_†umαяí†íz-
(sukma patih)
Catatan Selengkapnya »

Tawadjuh di ambang Subuh

0 comments
Seketika ku tersentak dari tidur lelap,tersentuh mimpi keruh yg bergemuruh bayangi angan. Apa makna dari mimpi barusan? Mungkinkah semua itu akan kujalani dikehidupan nyata?? Ya Rabb,perkenankanlah hambaMu yang kusam dan hina ini menggapai pintu taubatMu meski dg hanya sepercik sinar penerang tuk gairah langkah dikala hati dihinggapi jutaan gundah.
Hamba yang belakangan ini menginjak kerikil onak duri yg hasilkan nista dan cela. Demi sang ibu yg selama ini belum sempat ku bahagiakan dan demi sang buah hati yg sampai detik ini belum bisa aku ceria kan..
Jika perlu memutus usiaku yg tak berguna ini, matikan lah hambaMu detik ini ya Rabb, tapi jangan kau peringatkan dengan tabir mimpi yang ku arungi barusan..!
Kuakui memang cacad cela dikala remaja entah sudah berapa nista yang tlah ku lakoni. Kuakui puluhan dosa laknat kemaksiatan hampir semuanya pernah ku jalani. Tapi, kumohon janganlah mimpi tadi kau jadikan kisah nyata dikehidupanku kelak.
Demi ikhlasnya sang ibu yg tlah mengalirkan air susunya untuk raga ini,dan demi sang ayah yg dengan rela cucurkan keringatnya tuk nafkahi jiwa ini. Dalam isak tafakur di lantai kamar yang beralaskan tikar,dalam gemerciknya rinai hujan penghantar subuh, ku meratap padamu tanpa pura pura.. Panjangkan umur mereka dan ceriakanlah hidupnya mereka berdua.. Anak ku dan ibuku .. "Illahi anta maksudi.. Waridloka mathlubi a'thinni Mahabbataka mama'rifataka.." (tawadjuh)
Catatan Selengkapnya »

NYANYIAN SUKMA (song of the soul)

0 comments
Di dasar relung jiwaku
Bergema nyanyian tanpa kata;
sebuah lagu yang bernafas di dalam benih hatiku, Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ;
ia meneguk rasa kasihku dalam jubah yg nipis kainnya, dan mengalirkan sayang, Namun bukan menyentuh bibirku.
Betapa dapat aku mendesahkannya?
Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana
Kepada siapa aku akan menyanyikannya?
Dia tersimpan dalam relung sukmaku
Karena aku risau, dia akan terhempas
Di telinga pendengaran yang keras.
Pabila kutatap penglihatan batinku
Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya,
Dan pabila kusentuh hujung jemariku
Terasa getaran kehadirannya.
Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya, Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya bintang-bintang bergemerlapan.
Air mataku menandai sendu Bagai titik-titik embun syahdu
Yang membongkarkan rahasia mawar layu.
Lagu itu digubah oleh renungan,
Dan dikumandangkan oleh kesunyian,
Dan disingkirkan oleh kebisingan,
Dan dilipat oleh kebenaran,
Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan, Dan difahami oleh cinta,
Dan disembunyikan oleh kesadaran siang
Dan dinyanyikan oleh sukma malam.
Lagu itu lagu kasih-sayang,
Gerangan 'Kain' atau 'Esau' manakah yang mampu membawakannya berkumandang? Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati:
Suara manakah yang dapat menangkapnya? Kidung itu tersembunyi bagai rahasia perawan suci,
Getar nada mana yang mampu menggoyahnya?
Siapa berani menyatukan debur ombak samudra dengan kicau bening burung malam?
Siapa yang berani membandingkan deru alam, Dengan desah bayi yang nyenyak di buaian? Siapa berani memecah sunyi dan lantang menuturkan bisikan sanubari
Yang hanya terungkap oleh hati?
Insan mana yang berani melagukan kidung suci Tuhan?
-kahlil Gibran-
Catatan Selengkapnya »