KUMPULAN PUISI KAHLIL GIBRAN

2 comments






(Dari 'The Forerunner) 

Mereka berkata tentang serigala dan tikus
Minum di sungai yang sama
Di mana singa melepas dahaga

Mereka berkata tentang helang dan hering
Menghujam paruhnya ke dalam bangkai yg sama
Dan berdamai - di antara satu sama lain,
Dalam kehadiran bangkai - bangkai mati itu

Oh Cinta, yang tangan lembutnya
mengekang keinginanku
Meluapkan rasa lapar dan dahaga
akan maruah dan kebanggaan,
Jangan biarkan nafsu kuat terus menggangguku
Memakan roti dan meminum anggur
Menggoda diriku yang lemah ini
Biarkan rasa lapar menggigitku,
Biarkan rasa haus membakarku,
Biarkan aku mati dan binasa,
Sebelum kuangkat tanganku
Untuk cangkir yang tidak kau isi,
Dan mangkuk yang tidak kau berkati.


JATUH CINTA PADAMU

Mempesonanya kamu
Menyungging senyummu
Menghiasi raut wajahmu
Mendiamkan detak jantungku
Mataku jadi pencuri senyummu
Yang menghantam jantungku
Bingung tak menentu
Dengan kehadiranmu
Mungkinkah menerimaku
Kutakut kehilanganmu
Bila kau tahu perasaanku
Yang jatuh cinta padamu


PANDANGAN PERTAMA

Itulah saat yang memisahkan aroma kehidupan dari kesadarannya.
Itulah percikan api pertama yang menyalakan wilayah-wilayah jiwa.
Itulah nada magis pertama yang dipetik dari dawai-dawai perak hati manusia.
Itulah saat sekilas yang menyampaikan pada telinga jiwa tentang risalah hari-hari
yang telah berlalu dan mengungkapkan karya kesadaran yang dilakukan
malam, menjadikan mata jernih melihat kenikmatan di dunia dan menjadikan
misteri-misteri keabadian di dunia ini hadir.

Itulah benih yang ditaburan oleh Ishtar, dewi cinta, dari suatu tempat yang tinggi.
Mata mereka menaburkan benih di dalam ladang hati, perasaan
memeliharanya, dan jiwa membawanya kepada buah-buahan.

Pandangan pertama kekasih adalah seperti roh yang bergerak di permukaan
air mengalir menuju syurga dan bumi.
Pandangan pertama dari sahabat
kehidupan menggemakan kata-kata Tuhan, "Jadilah, maka terjadilah ia"



NYANYIAN SUKMA ( Song of the Soul )

Di dasar relung jiwaku Bergema nyanyian tanpa kata; sebuah lagu yang bernafas di dalam benih hatiku, Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ; ia meneguk rasa kasihku dalam jubah yg nipis kainnya, dan mengalirkan sayang, Namun bukan menyentuh bibirku.

Betapa dapat aku mendesahkannya?
Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana
Kepada siapa aku akan menyanyikannya?
Dia tersimpan dalam relung sukmaku
Karena aku risau, dia akan terhempas
Di telinga pendengaran yang keras.

Pabila kutatap penglihatan batinku
Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya,
Dan pabila kusentuh hujung jemariku
Terasa getaran kehadirannya.

Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya, Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya bintang-bintang bergemerlapan.
Air mataku menandai sendu Bagai titik-titik embun syahdu
Yang membongkarkan rahasia mawar layu.
Lagu itu digubah oleh renungan,
Dan dikumandangkan oleh kesunyian,
Dan disingkirkan oleh kebisingan,
Dan dilipat oleh kebenaran,
Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan, Dan difahami oleh cinta,
Dan disembunyikan oleh kesadaran siang
Dan dinyanyikan oleh sukma malam.

Lagu itu lagu kasih-sayang,
Gerangan 'Kain' atau 'Esau' manakah yang mampu membawakannya berkumandang? Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati:
Suara manakah yang dapat menangkapnya? Kidung itu tersembunyi bagai rahasia perawan suci,
Getar nada mana yang mampu menggoyahnya?

Siapa berani menyatukan debur ombak samudra dengan kicau bening burung malam?
Siapa yang berani membandingkan deru alam, Dengan desah bayi yang nyenyak di buaian? Siapa berani memecah sunyi dan lantang menuturkan bisikan sanubari
Yang hanya terungkap oleh hati?

Insan mana yang berani melagukan kidung suci Tuhan?


CINTA YANG AGUNG
Adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan masih peduli terhadapnya..
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu masih
menunggunya dengan setia..
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain
dan kamu masih bisa tersenyum sembari berkata ‘Aku
turut berbahagia untukmu’
Apabila cinta tidak berhasil…bebaskan dirimu…
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya
dan terbang ke alam bebas lagi ..
Ingatlah…bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan
kehilangannya..
tapi..ketika cinta itu mati..kamu tidak perlu mati
bersamanya…
Orang terkuat bukan mereka yang selalu menang..
melainkan mereka yang tetap tegar ketika
mereka jatuh

Kenapa kita menutup mata ketika kita tidur?
ketika kita menangis?
ketika kita membayangkan?
Ini karena hal terindah di dunia TIDAK TERLIHAT…
Ada hal-hal yang tidak ingin kita lepaskan..
Ada orang-orang yang tidak ingin kita tinggalkan…
Tapi ingatlah…
melepaskan BUKAN akhir dari dunia..
melainkan awal suatu kehidupan baru..
Kebahagiaan ada untuk mereka yang menangis,
Mereka yang tersakiti,
mereka yang telah mencari…
dan mereka yang telah mencoba..
Karena MEREKALAH yang bisa menghargai
betapapentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan mereka…

Catatan Selengkapnya »

Kahlil Gibran

1 comments

Khalil Gibran lahir di Basyari, Libanon dari keluarga katholik-maronit. Basyari sendiri merupakan daerah yang kerap disinggahi badai, gempa serta petir. Tak heran bila sejak kecil, mata Gibran sudah terbiasa menangkap fenomena-fenomena alam tersebut. Inilah yang nantinya banyak memengaruhi tulisan-tulisannya tentang alam.
Pada usia 10 tahun, bersama ibu dan kedua adik perempuannya, Gibran pindah ke Boston, Massachusetts, Amerika Serikat. Tak heran bila kemudian Gibran kecil mengalami kejutan budaya, seperti yang banyak dialami oleh para imigran lain yang berhamburan datang ke Amerika Serikat pada akhir abad ke-19. Keceriaan Gibran di bangku sekolah umum di Boston, diisi dengan masa akulturasinya maka bahasa dan gayanya dibentuk oleh corak kehidupan Amerika. Namun, proses Amerikanisasi Gibran hanya berlangsung selama tiga tahun karena setelah itu dia kembali ke Beirut, di mana dia belajar di College de la Sagasse sekolah tinggi Katholik-Maronit sejak tahun 1899 sampai 1902.
Selama awal masa remaja, visinya tentang tanah kelahiran dan masa depannya mulai terbentuk. Kesultanan Usmaniyah yang sudah lemah, sifat munafik organisasi gereja, dan peran kaum wanita Asia Barat yang sekadar sebagai pengabdi, mengilhami cara pandangnya yang kemudian dituangkan ke dalam karya-karyanya yang berbahasa Arab.
Gibran meninggalkan tanah airnya lagi saat ia berusia 19 tahun, namun ingatannya tak pernah bisa lepas dari Lebanon. Lebanon sudah menjadi inspirasinya. Di Boston dia menulis tentang negerinya itu untuk mengekspresikan dirinya. Ini yang kemudian justru memberinya kebebasan untuk menggabungkan 2 pengalaman budayanya yang berbeda menjadi satu.
Gibran menulis drama pertamanya di Paris dari tahun 1901 hingga 1902. Tatkala itu usianya menginjak 20 tahun. Karya pertamanya, "Spirits Rebellious" ditulis di Boston dan diterbitkan di New York City, yang berisi empat cerita kontemporer sebagai sindiran keras yang menyerang orang-orang korup yang dilihatnya. Akibatnya, Gibran menerima hukuman berupa pengucilan dari gereja Maronit. Akan tetapi, sindiran-sindiran Gibran itu tiba-tiba dianggap sebagai harapan dan suara pembebasan bagi kaum tertindas di Asia Barat.
Masa-masa pembentukan diri selama di Paris cerai-berai ketika Gibran menerima kabar dari Konsulat Jendral Turki, bahwa sebuah tragedi telah menghancurkan keluarganya. Adik perempuannya yang paling muda berumur 15 tahun, Sultana, meninggal karena TBC.
Gibran segera kembali ke Boston. Kakaknya, Peter, seorang pelayan toko yang menjadi tumpuan hidup saudara-saudara dan ibunya juga meninggal karena TBC. Ibu yang memuja dan dipujanya, Kamilah, juga telah meninggal dunia karena tumor ganas. Hanya adiknya, Marianna, yang masih tersisa, dan ia dihantui trauma penyakit dan kemiskinan keluarganya. Kematian anggota keluarga yang sangat dicintainya itu terjadi antara bulan Maret dan Juni tahun 1903. Gibran dan adiknya lantas harus menyangga sebuah keluarga yang tidak lengkap ini dan berusaha keras untuk menjaga kelangsungan hidupnya.

Pada tahun-tahun awal kehidupan mereka berdua, Marianna membiayai penerbitan karya-karya Gibran dengan biaya yang diperoleh dari hasil menjahit di Miss Teahan's Gowns. Berkat kerja keras adiknya itu, Gibran dapat meneruskan karier keseniman dan kesasteraannya yang masih awal.
Pada tahun 1908 Gibran singgah di Paris lagi. Di sini dia hidup senang karena secara rutin menerima cukup uang dari Mary Haskell, seorang wanita kepala sekolah yang berusia 10 tahun lebih tua namun dikenal memiliki hubungan khusus dengannya sejak masih tinggal di Boston. Dari tahun 1909 sampai 1910, dia belajar di School of Beaux Arts dan Julian Academy. Kembali ke Boston, Gibran mendirikan sebuah studio di West Cedar Street di bagian kota Beacon Hill. Ia juga mengambil alih pembiayaan keluarganya.

Pada tahun 1911 Gibran pindah ke kota New York. Di New York Gibran bekerja di apartemen studionya di 51 West Tenth Street, sebuah bangunan yang sengaja didirikan untuk tempat ia melukis dan menulis.
Sebelum tahun 1912 "Broken Wings" telah diterbitkan dalam Bahasa Arab. Buku ini bercerita tentang cinta Selma Karami kepada seorang muridnya. Namun, Selma terpaksa menjadi tunangan kemenakannya sendiri sebelum akhirnya menikah dengan suami yang merupakan seorang uskup yang oportunis. Karya Gibran ini sering dianggap sebagai otobiografinya.
Pengaruh "Broken Wings" terasa sangat besar di dunia Arab karena di sini untuk pertama kalinya wanita-wanita Arab yang dinomorduakan mempunyai kesempatan untuk berbicara bahwa mereka adalah istri yang memiliki hak untuk memprotes struktur kekuasaan yang diatur dalam perkawinan. Cetakan pertama "Broken Wings" ini dipersembahkan untuk Mary Haskell.
Gibran sangat produktif dan hidupnya mengalami banyak perbedaan pada tahun-tahun berikutnya. Selain menulis dalam bahasa Arab, dia juga terus menyempurnakan penguasaan bahasa Inggrisnya dan mengembangkan kesenimanannya. Ketika terjadi perang besar di Lebanon, Gibran menjadi seorang pengamat dari kalangan nonpemerintah bagi masyarakat Suriah yang tinggal di Amerika.
Ketika Gibran dewasa, pandangannya mengenai dunia Timur meredup. Pierre Loti, seorang novelis Perancis, yang sangat terpikat dengan dunia Timur pernah berkata pada Gibran, kalau hal ini sangat mengenaskan! Disadari atau tidak, Gibran memang telah belajar untuk mengagumi kehebatan Barat.

Sebelum tahun 1918, Gibran sudah siap meluncurkan karya pertamanya dalam bahasa Inggris, "The Madman", "His Parables and Poems". Persahabatan yang erat antara Mary tergambar dalam "The Madman". Setelah "The Madman", buku Gibran yang berbahasa Inggris adalah "Twenty Drawing", 1919; "The Forerunne", 1920; dan "Sang Nabi" pada tahun 1923, karya-karya itu adalah suatu cara agar dirinya memahami dunia sebagai orang dewasa dan sebagai seorang siswa sekolah di Lebanon, ditulis dalam bahasa Arab, namun tidak dipublikasikan dan kemudian dikembangkan lagi untuk ditulis ulang dalam bahasa Inggris pada tahun 1918-1922.
Sebelum terbitnya "Sang Nabi", hubungan dekat antara Mary dan Gibran mulai tidak jelas. Mary dilamar Florance Minis, seorang pengusaha kaya dari Georgia. Ia menawarkan pada Mary sebuah kehidupan mewah dan mendesaknya agar melepaskan tanggung jawab pendidikannya. Walau hubungan Mary dan Gibran pada mulanya diwarnai dengan berbagai pertimbangan dan diskusi mengenai kemungkinan pernikahan mereka, namun pada dasarnya prinsip-prinsip Mary selama ini banyak yang berbeda dengan Gibran. Ketidaksabaran mereka dalam membina hubungan dekat dan penolakan mereka terhadap ikatan perkawinan dengan jelas telah merasuk ke dalam hubungan tersebut. Akhirnya Mary menerima Florance Minis.
Pada tahun 1920 Gibran mendirikan sebuah asosiasi penulis Arab yang dinamakan Arrabithah Al Alamia (Ikatan Penulis). Tujuan ikatan ini merombak kesusastraan Arab yang stagnan. Seiring dengan naiknya reputasi Gibran, ia memiliki banyak pengagum. Salah satunya adalah Barbara Young. Ia mengenal Gibran setelah membaca "Sang Nabi". Barbara Young sendiri merupakan pemilik sebuah toko buku yang sebelumnya menjadi guru bahasa Inggris. Selama 8 tahun tinggal di New York, Barbara Young ikut aktif dalam kegiatan studio Gibran.
Gibran menyelesaikan "Sand and Foam" tahun 1926, dan "Jesus the Son of Man" pada tahun 1928. Ia juga membacakan naskah drama tulisannya, "Lazarus" pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah itu Gibran menyelesaikan "The Earth Gods" pada tahun 1931. Karyanya yang lain "The Wanderer", yang selama ini ada di tangan Mary, diterbitkan tanpa nama pada tahun 1932, setelah kematiannya. Juga tulisannya yang lain "The Garden of the Propeth".

Pada tanggal 10 April 1931 jam 11.00 malam, Gibran meninggal dunia. Tubuhnya memang telah lama digerogoti sirosis hepatis dan tuberkulosis, tapi selama ini ia menolak untuk dirawat di rumah sakit. Pada pagi hari terakhir itu, dia dibawa ke St. Vincent's Hospital di Greenwich Village.
Hari berikutnya Marianna mengirim telegram ke Mary di Savannah untuk mengabarkan kematian penyair ini. Meskipun harus merawat suaminya yang saat itu juga menderita sakit, Mary tetap menyempatkan diri untuk melayat Gibran.
Jenazah Gibran kemudian dikebumikan tanggal 21 Agustus di Mar Sarkis, sebuah biara Karmelit di mana Gibran pernah melakukan ibadah.
Sepeninggal Gibran, Barbara Younglah yang mengetahui seluk-beluk studio, warisan dan tanah peninggalan Gibran. Juga secarik kertas yang bertuliskan, "Di dalam hatiku masih ada sedikit keinginan untuk membantu dunia Timur, karena ia telah banyak sekali membantuku."

Berikut beberapa puisi hasil karya sang Pujangga:


sumber : Wikipedia



Catatan Selengkapnya »

Kisah Cinta Layla Majenun (Qais dan Layla)

1 comments




Alkisah, seorang kepala suku Bani Umar di Jazirah Arab memiIiki segala macam yang
diinginkan orang, kecuali satu hal bahwa ia tidak mempunyai seorang anak. Tabib-tabib di desa
itu menganjurkan berbagai macam ramuan dan obat, tetapi tidak berhasil. Ketika semua
usaha tampak tak berhasil, istrinya menyarankan agar mereka berdua bersujud di hadapan
Tuhan dan dengan tulus memohon kepada Allah swt memberikan anugerah kepada mereka
berdua. "Mengapa tidak?" jawab sang kepala suku. "Kita telah mencoba berbagai macam
cara. Mari, kita coba sekali lagi, tak ada ruginya."
Mereka pun bersujud kepada Tuhan, sambil berurai air mata dari relung hati mereka yang
terluka. "Wahai Segala Kekasih, jangan biarkan pohon kami tak berbuah. Izinkan kami
merasakan manisnya menimang anak dalam pelukan kami. Anugerahkan kepada kami
tanggung jawab untuk membesarkan seorang manusia yang baik. Berikan kesempatan
kepada kami untuk membuat-Mu bangga akan anak kami."
Tak lama kemudian, doa mereka dikabulkan, dan Tuhan menganugerahi mereka seorang
anak laki-laki yang diberi nama Qais. Sang ayah sangat berbahagia, sebab Qais dicintai oleh
semua orang. Ia tampan, bermata besar, dan berambut hitam, yang menjadi pusat perhatian
dan kekaguman. Sejak awal, Qais telah memperlihatkan kecerdasan dan kemampuan fisik
istimewa. Ia punya bakat luar biasa dalam mempelajari seni berperang dan memainkan
musik, menggubah syair dan melukis.
Ketika sudah cukup umur untuk masuk sekolah, ayahnya memutuskan membangun sebuah
sekolah yang indah dengan guru-guru terbaik di Arab yang mengajar di sana , dan hanya
beberapa anak saja yang belajar di situ. Anak-anak lelaki dan perempuan dan keluarga
terpandang di seluruh jazirah Arab belajar di sekolah baru ini.
Di antara mereka ada seorang anak perempuan dari kepala suku tetangga. Seorang gadis
bermata indah, yang memiliki kecantikan luar biasa. Rambut dan matanya sehitam malam;
karena alasan inilah mereka menyebutnya Laila-"Sang Malam". Meski ia baru berusia dua
belas tahun, sudah banyak pria melamarnya untuk dinikahi, sebab-sebagaimana lazimnya
kebiasaan di zaman itu, gadis-gadis sering dilamar pada usia yang masih sangat muda, yakni
sembilan tahun.
Laila dan Qais adalah teman sekelas. Sejak hari pertama masuk sekolah, mereka sudahsaling tertarik satu sama lain. Seiring dengan berlalunya waktu, percikan ketertarikan ini
makin lama menjadi api cinta yang membara. Bagi mereka berdua, sekolah bukan lagi
tempat belajar. Kini, sekolah menjadi tempat mereka saling bertemu. Ketika guru sedang
mengajar, mereka saling berpandangan. Ketika tiba waktunya menulis pelajaran, mereka
justru saling menulis namanya di atas kertas. Bagi mereka berdua, tak ada teman atau
kesenangan lainnya. Dunia kini hanyalah milik Qais dan Laila.
Mereka buta dan tuli pada yang lainnya. Sedikit demi sedikit, orang-orang mulai mengetahui
cinta mereka, dan gunjingan-gunjingan pun mulai terdengar. Di zaman itu, tidaklah pantas
seorang gadis dikenal sebagai sasaran cinta seseorang dan sudah pasti mereka tidak akan
menanggapinya. Ketika orang-tua Laila mendengar bisik-bisik tentang anak gadis mereka,
mereka pun melarangnya pergi ke sekolah. Mereka tak sanggup lagi menahan beban malu
pada masyarakat sekitar.
Ketika Laila tidak ada di ruang kelas, Qais menjadi sangat gelisah sehingga ia meninggalkan
sekolah dan menyelusuri jalan-jalan untuk mencari kekasihnya dengan memanggil-manggil
namanya. Ia menggubah syair untuknya dan membacakannya di jalan-jalan. Ia hanya
berbicara tentang Laila dan tidak juga menjawab pertanyaan orang-orang kecuali bila mereka
bertanya tentang Laila. Orang-orang pun tertawa dan berkata, " Lihatlah Qais , ia sekarang
telah menjadi seorang majnun, gila!"
Akhirnya, Qais dikenal dengan nama ini, yakni “Majnun”. Melihat orang-orang dan
mendengarkan mereka berbicara membuat Majnun tidak tahan. Ia hanya ingin melihat dan
berjumpa dengan Laila kekasihnya. Ia tahu bahwa Laila telah dipingit oleh orang tuanya di
rumah, yang dengan bijaksana menyadari bahwa jika Laila dibiarkan bebas bepergian, ia
pasti akan menjumpai Majnun.
Majnun menemukan sebuah tempat di puncak bukit dekat desa Laila dan membangun
sebuah gubuk untuk dirinya yang menghadap rumah Laila. Sepanjang hari Majnun dudukduduk di depan gubuknya, disamping sungai kecil berkelok yang mengalir ke bawah menuju
desa itu. Ia berbicara kepada air, menghanyutkan dedaunan bunga liar, dan Majnun merasa
yakin bahwa sungai itu akan menyampaikan pesan cintanya kepada Laila. Ia menyapa
burung-burung dan meminta mereka untuk terbang kepada Laila serta memberitahunya
bahwa ia dekat.
Ia menghirup angin dari barat yang melewati desa Laila. Jika kebetulan ada seekor anjingtersesat yang berasal dari desa Laila, ia pun memberinya makan dan merawatnya,
mencintainya seolah-olah anjing suci, menghormatinya dan menjaganya sampai tiba saatnya
anjing itu pergi jika memang mau demikian. Segala sesuatu yang berasal dari tempat
kekasihnya dikasihi dan disayangi sama seperti kekasihnya sendiri.
Bulan demi bulan berlalu dan Majnun tidak menemukan jejak Laila. Kerinduannya kepada
Laila demikian besar sehingga ia merasa tidak bisa hidup sehari pun tanpa melihatnya
kembali. Terkadang sahabat-sahabatnya di sekolah dulu datang mengunjunginya, tetapi ia
berbicara kepada mereka hanya tentang Laila, tentang betapa ia sangat kehilangan dirinya.
Suatu hari, tiga anak laki-laki, sahabatnya yang datang mengunjunginya demikian terharu
oleh penderitaan dan kepedihan Majnun sehingga mereka bertekad membantunya untuk
berjumpa kembali dengan Laila. Rencana mereka sangat cerdik. Esoknya, mereka dan
Majnun mendekati rumah Laila dengan menyamar sebagai wanita. Dengan mudah mereka
melewati wanita-wanita pembantu dirumah Laila dan berhasil masuk ke pintu kamarnya.
Majnun masuk ke kamar, sementara yang lain berada di luar berjaga-jaga. Sejak ia berhenti
masuk sekolah, Laila tidak melakukan apapun kecuali memikirkan Qais. Yang cukup
mengherankan, setiap kali ia mendengar burung-burung berkicau dari jendela atau angin
berhembus semilir, ia memejamkan.matanya sembari membayangkan bahwa ia mendengar
suara Qais didalamnya. Ia akan mengambil dedaunan dan bunga yang dibawa oleh angin
atau sungai dan tahu bahwa semuanya itu berasal dari Qais. Hanya saja, ia tak pernah
berbicara kepada siapa pun, bahkan juga kepada sahabat-sahabat terbaiknya, tentang
cintanya.
Pada hari ketika Majnun masuk ke kamar Laila, ia merasakan kehadiran dan kedatangannya.
Ia mengenakan pakaian sutra yang sangat bagus dan indah. Rambutnya dibiarkan lepas
tergerai dan disisir dengan rapi di sekitar bahunya. Matanya diberi celak hitam, sebagaimana
kebiasaan wanita Arab, dengan bedak hitam yang disebut surmeh. Bibirnya diberi lipstick
merah, dan pipinya yang kemerah-merahan tampak menyala serta menampakkan
kegembiraannya. Ia duduk di depan pintu dan menunggu.
Ketika Majnun masuk, Laila tetap duduk. Sekalipun sudah diberitahu bahwa Majnun akan
datang, ia tidak percaya bahwa pertemuan itu benar-benar terjadi. Majnun berdiri di pintu
selama beberapa menit, memandangi, sepuas-puasnya wajah Laila. Akhirnya, mereka
bersama lagi! Tak terdengar sepatah kata pun, kecuali detak jantung kedua orang yangdimabuk cinta ini. Mereka saling berpandangan dan lupa waktu.
Salah seorang wanita pembantu di rumah itu melihat sahabat-sahabat Majnun di luar kamar
tuan putrinya. Ia mulai curiga dan memberi isyarat kepada salah seorang pengawal. Namun,
ketika ibu Laila datang menyelidiki, Majnun dan kawan-kawannya sudah jauh pergi. Sesudah
orang-tuanya bertanya kepada Laila, maka tidak sulit bagi mereka mengetahui apa yang
telah terjadi. Kebisuan dan kebahagiaan yang terpancar dimatanya menceritakan segala
sesuatunya.
Sesudah terjadi peristiwa itu, ayah Laila menempatkan para pengawal di setiap pintu di
rumahnya. Tidak ada jalan lain bagi Majnun untuk menghampiri rumah Laila, bahkan dari
kejauhan sekalipun. Akan tetapi jika ayahnya berpikiran bahwa, dengan bertindak hati-hati ini
ia bisa mengubah perasaan Laila dan Majnun, satu sama lain, sungguh ia salah besar.
Ketika ayah Majnun tahu tentang peristiwa di rumah Laila, ia memutuskan untuk mengakhiri
drama itu dengan melamar Laila untuk anaknya. Ia menyiapkan sebuah kafilah penuh
dengan hadiah dan mengirimkannya ke desa Laila. Sang tamu pun disambut dengan sangat
baik, dan kedua kepala suku itu berbincang-bincang tentang kebahagiaan anak-anak mereka.
Ayah Majnun lebih dulu berkata, "Engkau tahu benar, kawan, bahwa ada dua hal yang sangat
penting bagi kebahagiaan, yaitu “Cinta dan Kekayaan”.
Anak lelakiku mencintai anak perempuanmu, dan aku bisa memastikan bahwa aku sanggup
memberi mereka cukup banyak uang untuk mengarungi kehidupan yang bahagia dan
menyenangkan. Mendengar hal itu, ayah Laila pun menjawab, "Bukannya aku menolak Qais.
Aku percaya kepadamu, sebab engkau pastilah seorang mulia dan terhormat," jawab ayah
Laila. "Akan tetapi, engkau tidak bisa menyalahkanku kalau aku berhati-hati dengan anakmu.
Semua orang tahu perilaku abnormalnya. Ia berpakaian seperti seorang pengemis. Ia pasti
sudah lama tidak mandi dan iapun hidup bersama hewan-hewan dan menjauhi orang banyak.
“Tolong katakan kawan, jika engkau punya anak perempuan dan engkau berada dalam
posisiku, akankah engkau memberikan anak perempuanmu kepada anakku?"
Ayah Qais tak dapat membantah. Apa yang bisa dikatakannya? Padahal, dulu anaknya
adalah teladan utama bagi kawan-kawan sebayanya? Dahulu Qais adalah anak yang paling
cerdas dan berbakat di seantero Arab? Tentu saja, tidak ada yang dapat dikatakannya.
Bahkan, sang ayahnya sendiri susah untuk mempercayainya. Sudah lama orang tidak
mendengar ucapan bermakna dari Majnun. "Aku tidak akan diam berpangku tangan danmelihat anakku menghancurkan dirinya sendiri," pikirnya. "Aku harus melakukan sesuatu."
Ketika ayah Majnun kembali pulang, ia menjemput anaknya, Ia mengadakan pesta makan
malam untuk menghormati anaknya. Dalam jamuan pesta makan malam itu, gadis-gadis
tercantik di seluruh negeri pun diundang. Mereka pasti bisa mengalihkan perhatian Majnun
dari Laila, pikir ayahnya. Di pesta itu, Majnun diam dan tidak mempedulikan tamu-tamu
lainnya. Ia duduk di sebuah sudut ruangan sambil melihat gadis-gadis itu hanya untuk
mencari pada diri mereka berbagai kesamaan dengan yang dimiliki Laila.
Seorang gadis mengenakan pakaian yang sama dengan milik Laila; yang lainnya punya
rambut panjang seperti Laila, dan yang lainnya lagi punya senyum mirip Laila. Namun, tak
ada seorang gadis pun yang benar-benar mirip dengannya, Malahan, tak ada seorang pun
yang memiliki separuh kecantikan Laila. Pesta itu hanya menambah kepedihan perasaan
Majnun saja kepada kekasihnya. Ia pun berang dan marah serta menyalahkan setiap orang
di pesta itu lantaran berusaha mengelabuinya.
Dengan berurai air mata, Majnun menuduh orang-tuanya dan sahabat-sahabatnya sebagai
berlaku kasar dan kejam kepadanya. Ia menangis sedemikian hebat hingga akhirnya jatuh ke
lantai dalam keadaan pingsan. Sesudah terjadi petaka ini, ayahnya memutuskan agar Qais
dikirim untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah dengan harapan bahwa Allah akan
merahmatinya dan membebaskannya dari cinta yang menghancurkan ini.
Di Makkah, untuk menyenangkan ayahnya, Majnun bersujud di depan altar Kabah, tetapi apa
yang ia mohonkan? "Wahai Yang Maha Pengasih, Raja Diraja Para Pecinta, Engkau yang
menganugerahkan cinta, aku hanya mohon kepada-Mu satu hal saja,”Tinggikanlah cintaku
sedemikian rupa sehingga, sekalipun aku binasa, cintaku dan kekasihku tetap hidup."
Ayahnya kemudian tahu bahwa tak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk anaknya.
Usai menunaikan ibadah haji, Majnun yang tidak mau lagi bergaul dengan orang banyak di
desanya, pergi ke pegunungan tanpa memberitahu di mana ia berada. Ia tidak kembali ke
gubuknya. Alih-alih tinggal dirumah, ia memilih tinggal direruntuhan sebuah bangunan tua
yang terasing dari masyarakat dan tinggal didalamnya. Sesudah itu, tak ada seorang pun
yang mendengar kabar tentang Majnun. Orang-tuanya mengirim segenap sahabat dan
keluarganya untuk mencarinya. Namun, tak seorang pun berhasil menemukannya. Banyak
orang berkesimpulan bahwa Majnun dibunuh oleh binatang-binatang gurun sahara. Ia bagai
hilang ditelan bumi.Suatu hari, seorang musafir melewati reruntuhan bangunan itu dan melihat ada sesosok aneh
yang duduk di salah sebuah tembok yang hancur. Seorang liar dengan rambut panjang
hingga ke bahu, jenggotnya panjang dan acak-acakan, bajunya compang-camping dan
kumal. Ketika sang musafir mengucapkan salam dan tidak beroleh jawaban, ia
mendekatinya. Ia melihat ada seekor serigala tidur di kakinya. "Hus” katanya, 'Jangan
bangunkan sahabatku." Kemudian, ia mengedarkan pandangan ke arah kejauhan.
Sang musafir pun duduk di situ dengan tenang. Ia menunggu dan ingin tahu apa yang akan
terjadi. Akhimya, orang liar itu berbicara. Segera saja ia pun tahu bahwa ini adalah Majnun
yang terkenal itu, yang berbagai macam perilaku anehnya dibicarakan orang di seluruh
jazirah Arab. Tampaknya, Majnun tidak kesulitan menyesuaikan diri dengan kehidupan
dengan binatang-binatang buas dan liar. Dalam kenyataannya, ia sudah menyesuaikan diri
dengan sangat baik sehingga lumrah-lumrah saja melihat dirinya sebagai bagian dari
kehidupan liar dan buas itu.
Berbagai macam binatang tertarik kepadanya, karena secara naluri mengetahui bahwa
Majnun tidak akan mencelakakan mereka. Bahkan, binatang-binatang buas seperti serigala
sekalipun percaya pada kebaikan dan kasih sayang Majnun. Sang musafir itu mendengarkan
Majnun melantunkan berbagai kidung pujiannya pada Laila. Mereka berbagi sepotong roti
yang diberikan olehnya. Kemudian, sang musafir itu pergi dan melanjutkan petjalanannya.
Ketika tiba di desa Majnun, ia menuturkan kisahnya pada orang-orang. Akhimya, sang kepala
suku, ayah Majnun, mendengar berita itu. Ia mengundang sang musafir ke rumahnya dan
meminta keteransran rinci darinya. Merasa sangat gembira dan bahagia bahwa Majnun
masih hidup, ayahnya pergi ke gurun sahara untuk menjemputnya.
Ketika melihat reruntuhan bangunan yang dilukiskan oleh sang musafir itu, ayah Majnun
dicekam oleh emosi dan kesedihan yang luar biasa. Betapa tidak! Anaknya terjerembab
dalam keadaan mengenaskan seperti ini. "Ya Tuhanku, aku mohon agar Engkau
menyelamatkan anakku dan mengembalikannya ke keluarga kami," jerit sang ayah menyayat
hati. Majnun mendengar doa ayahnya dan segera keluar dari tempat persembunyiannya.
Dengan bersimpuh dibawah kaki ayahnya, ia pun menangis, "Wahai ayah, ampunilah aku
atas segala kepedihan yang kutimbulkan pada dirimu. Tolong lupakan bahwa engkau pernah
mempunyai seorang anak, sebab ini akan meringankan beban kesedihan ayah. Ini sudah
nasibku mencinta, dan hidup hanya untuk mencinta." Ayah dan anak pun saling berpelukandan menangis. Inilah pertemuan terakhir mereka.
Keluarga Laila menyalahkan ayah Laila lantaran salah dan gagal menangani situasi putrinya.
Mereka yakin bahwa peristiwa itu telah mempermalukan seluruh keluarga. Karenanya,
orangtua Laila memingitnya dalam kamamya. Beberapa sahabat Laila diizinkan untuk
mengunjunginya, tetapi ia tidak ingin ditemani. Ia berpaling kedalam hatinya, memelihara api
cinta yang membakar dalam kalbunya. Untuk mengungkapkan segenap perasaannya yang
terdalam, ia menulis dan menggubah syair kepada kekasihnya pada potongan-potongan
kertas kecil. Kemudian, ketika ia diperbolehkan menyendiri di taman, ia pun menerbangkan
potongan-potongan kertas kecil ini dalam hembusan angin. Orang-orang yang menemukan
syair-syair dalam potongan-potongan kertas kecil itu membawanya kepada Majnun. Dengan
cara demikian, dua kekasih itu masih bisa menjalin hubungan.
Karena Majnun sangat terkenal di seluruh negeri, banyak orang datang mengunjunginya.
Namun, mereka hanya berkunjung sebentar saja, karena mereka tahu bahwa Majnun tidak
kuat lama dikunjungi banyak orang. Mereka mendengarkannya melantunkan syair-syair indah
dan memainkan serulingnya dengan sangat memukau.
Sebagian orang merasa iba kepadanya; sebagian lagi hanya sekadar ingin tahu tentang
kisahnya. Akan tetapi, setiap orang mampu merasakan kedalaman cinta dan kasih
sayangnya kepada semua makhluk. Salah seorang dari pengunjung itu adalah seorang
ksatria gagah berani bernama 'Amar, yang berjumpa dengan Majnun dalam perjalanannya
menuju Mekah. Meskipun ia sudah mendengar kisah cinta yang sangat terkenal itu di
kotanya, ia ingin sekali mendengarnya dari mulut Majnun sendiri.
Drama kisah tragis itu membuatnya sedemikian pilu dan sedih sehingga ia bersumpah dan
bertekad melakukan apa saja yang mungkin untuk mempersatukan dua kekasih itu, meskipun
ini berarti menghancurkan orang-orang yang menghalanginya! Kaetika Amr kembali ke kota
kelahirannya, Ia pun menghimpun pasukannya. Pasukan ini berangkat menuju desa Laila dan
menggempur suku di sana tanpa ampun. Banyak orang yang terbunuh atau terluka.
Ketika pasukan 'Amr hampir memenangkan pertempuran, ayah Laila mengirimkan pesan
kepada 'Amr, “Jika engkau atau salah seorang dari prajuritmu menginginkan putriku, aku
akan menyerahkannya tanpa melawan. Bahkan, jika engkau ingin membunuhnya, aku tidak
keberatan. Namun, ada satu hal yang tidak akan pernah bisa kuterima, jangan minta aku
untuk memberikan putriku pada orang gila itu”. Majnun mendengar pertempuran itu hingga iabergegas kesana. Di medan pertempuran, Majnun pergi ke sana kemari dengan bebas di
antara para prajurit dan menghampiri orang-orang yang terluka dari suku Laila. Ia merawat
mereka dengan penuh perhatian dan melakukan apa saja untuk meringankan luka mereka.
Amr pun merasa heran kepada Majnun, ketika ia meminta penjelasan ihwal mengapa ia
membantu pasukan musuh, Majnun menjawab, "Orang-orang ini berasal dari desa
kekasihku. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi musuh mereka?" Karena sedemikian
bersimpati kepada Majnun, 'Amr sama sekali tidak bisa memahami hal ini. Apa yang
dikatakan ayah Laila tentang orang gila ini akhirnya membuatnya sadar. Ia pun
memerintahkan pasukannya untuk mundur dan segera meninggalkan desa itu tanpa
mengucapkan sepatah kata pun kepada Majnun.
Laila semakin merana dalam penjara kamarnya sendiri. Satu-satunya yang bisa ia nikmati
adalah berjalan-jalan di taman bunganya. Suatu hari, dalam perjalanannya menuju taman,
Ibn Salam, seorang bangsawan kaya dan berkuasa, melihat Laila dan serta-merta jatuh cinta
kepadanya. Tanpa menunda-nunda lagi, ia segera mencari ayah Laila. Merasa lelah dan
sedih hati karena pertempuran yang baru saja menimbulkan banyak orang terluka di
pihaknya, ayah Laila pun menyetujui perkawinan itu.
Tentu saja, Laila menolak keras. Ia mengatakan kepada ayahnya, "Aku lebih senang mati
ketimbang kawin dengan orang itu." Akan tetapi, tangisan dan permohonannya tidak digubris.
Lantas ia mendatangi ibunya, tetapi sama saja keadaannya. Perkawinan pun berlangsung
dalam waktu singkat. Orangtua Laila merasa lega bahwa seluruh cobaan berat akhirnya
berakhir juga.
Akan tetapi, Laila menegaskan kepada suaminya bahwa ia tidak pernah bisa mencintainya.
"Aku tidak akan pernah menjadi seorang istri," katanya. "Karena itu, jangan membuangbuang waktumu. Carilah seorang istri yang lain. Aku yakin, masih ada banyak wanita yang
bisa membuatmu bahagia." Sekalipun mendengar kata-kata dingin ini, Ibn Salam percaya
bahwa, sesudah hidup bersamanya beberapa waktu larnanya, pada akhirnya Laila pasti akan
menerimanya. Ia tidak mau memaksa Laila, melainkan menunggunya untuk datang
kepadanya.
Ketika kabar tentang perkawinan Laila terdengar oleh Majnun, ia menangis dan meratap
selama berhari-hari. Ia melantunkan lagu-Iagu yang demikian menyayat hati dan mengharu
biru kalbu sehingga semua orang yang mendengarnya pun ikut menangis. Derita dankepedihannya begitu berat sehingga binatang-binatang yang berkumpul di sekelilinginya pun
turut bersedih dan menangis. Namun, kesedihannya ini tak berlangsung lama, sebab tiba-tiba
Majnun merasakan kedamaian dan ketenangan batin yang aneh. Seolah-olah tak terjadi apaapa, ia pun terus tinggal di reruntuhan itu. Perasaannya kepada Laila tidak berubah dan
malah menjadi semakin lebih dalam lagi.
Dengan penuh ketulusan, Majnun menyampaikan ucapan selamat kepada Laila atas
perkawinannya: “Semoga kalian berdua selalu berbahagia di dunia ini. Aku hanya meminta
satu hal sebagai tanda cintamu, janganlah engkau lupakan namaku, sekalipun engkau telah
memilih orang lain sebagai pendampingmu. Janganlah pernah lupa bahwa ada seseorang
yang, meskipun tubuhnya hancur berkeping-keping, hanya akan memanggil-manggil
namamu, Laila”.
Sebagai jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda pengabdian
tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, "Dalam hidupku, aku tidak bisa
melupakanmu barang sesaat pun. Kupendam cintaku demikian lama, tanpa mampu
menceritakannya kepada siapapun. Engkau memaklumkan cintamu ke seluruh dunia,
sementara aku membakarnya di dalam hatiku, dan engkau membakar segala sesuatu yang
ada di sekelilingmu” . “Kini, aku harus menghabiskan hidupku dengan seseorang, padahal
segenap jiwaku menjadi milik orang lain. Katakan kepadaku, kasih, mana di antara kita yang
lebih dimabuk cinta, engkau ataukah aku?.
Tahun demi tahun berlalu, dan orang-tua Majnun pun meninggal dunia. Ia tetap tinggal di
reruntuhan bangunan itu dan merasa lebih kesepian ketimbang sebelumnya. Di siang hari, ia
mengarungi gurun sahara bersama sahabat-sahabat binatangnya. Di malam hari, ia
memainkan serulingnya dan melantunkan syair-syairnya kepada berbagai binatang buas
yang kini menjadi satu-satunya pendengarnya. Ia menulis syair-syair untuk Laila dengan
ranting di atas tanah. Selang beberapa lama, karena terbiasa dengan cara hidup aneh ini, ia
mencapai kedamaian dan ketenangan sedemikian rupa sehingga tak ada sesuatu pun yang
sanggup mengusik dan mengganggunya.
Sebaliknya, Laila tetap setia pada cintanya. Ibn Salam tidak pernah berhasil mendekatinya.
Kendatipun ia hidup bersama Laila, ia tetap jauh darinya. Berlian dan hadiah-hadiah mahal
tak mampu membuat Laila berbakti kepadanya. Ibn Salam sudah tidak sanggup lagi merebut
kepercayaan dari istrinya. Hidupnya serasa pahit dan sia-sia. Ia tidak menemukanketenangan dan kedamaian di rumahnya. Laila dan Ibn Salam adalah dua orang asing dan
mereka tak pernah merasakan hubungan suami istri. Malahan, ia tidak bisa berbagi kabar
tentang dunia luar dengan Laila.
Tak sepatah kata pun pernah terdengar dari bibir Laila, kecuali bila ia ditanya. Pertanyaan ini
pun dijawabnya dengan sekadarnya saja dan sangat singkat. Ketika akhirnya Ibn Salam jatuh
sakit, ia tidak kuasa bertahan, sebab hidupnya tidak menjanjikan harapan lagi. Akibatnya,
pada suatu pagi di musim panas, ia pun meninggal dunia. Kematian suaminya tampaknya
makin mengaduk-ngaduk perasaan Laila. Orang-orang mengira bahwa ia berkabung atas
kematian Ibn Salam, padahal sesungguhnya ia menangisi kekasihnya, Majnun yang hilang
dan sudah lama dirindukannya.
Selama bertahun-tahun, ia menampakkan wajah tenang, acuh tak acuh, dan hanya sekali
saja ia menangis. Kini, ia menangis keras dan lama atas perpisahannya dengan kekasih
satu-satunya. Ketika masa berkabung usai, Laila kembali ke rumah ayahnya. Meskipun
masih berusia muda, Laila tampak tua, dewasa, dan bijaksana, yang jarang dijumpai pada diri
wanita seusianya. Semen tara api cintanya makin membara, kesehatan Laila justru memudar
karena ia tidak lagi memperhatikan dirinya sendiri. Ia tidak mau makan dan juga tidak tidur
dengan baik selama bermalam-malam.
Bagaimana ia bisa memperhatikan kesehatan dirinya kalau yang dipikirkannya hanyalah
Majnun semata? Laila sendiri tahu betul bahwa ia tidak akan sanggup bertahan lama.
Akhirnya, penyakit batuk parah yang mengganggunya selama beberapa bulan pun
menggerogoti kesehatannya. Ketika Laila meregang nyawa dan sekarat, ia masih memikirkan
Majnun. Ah, kalau saja ia bisa berjumpa dengannya sekali lagi untuk terakhir kalinya! Ia
hanya membuka matanya untuk memandangi pintu kalau-kalau kekasihnya datang. Namun,
ia sadar bahwa waktunya sudah habis dan ia akan pergi tanpa berhasil mengucapkan salam
perpisahan kepada Majnun. Pada suatu malam di musim dingin, dengan matanya tetap
menatap pintu, ia pun meninggal dunia dengan tenang sambil bergumam, Majnun…Majnun.
.Majnun.
Kabar tentang kematian Laila menyebar ke segala penjuru negeri dan, tak lama kemudian,
berita kematian Lailapun terdengar oleh Majnun. Mendengar kabar itu, ia pun jatuh pingsan di
tengah-tengah gurun sahara dan tetap tak sadarkan diri selama beberapa hari. Ketika
kembali sadar dan siuman, ia segera pergi menuju desa Laila. Nyaris tidak sanggup berjalanlagi, ia menyeret tubuhnya di atas tanah. Majnun bergerak terus tanpa henti hingga tiba di
kuburan Laila di luar kota . Ia berkabung dikuburannya selama beberapa hari.
Ketika tidak ditemukan cara lain untuk meringankan beban penderitaannya, per1ahan-lahan
ia meletakkan kepalanya di kuburan Laila kekasihnya dan meninggal dunia dengan tenang.
Jasad Majnun tetap berada di atas kuburan Laila selama setahun. Belum sampai setahun
peringatan kematiannya ketika segenap sahabat dan kerabat menziarahi kuburannya,
mereka menemukan sesosok jasad terbujur di atas kuburan Laila. Beberapa teman
sekolahnya mengenali dan mengetahui bahwa itu adalah jasad Majnun yang masih segar
seolah baru mati kemarin. Ia pun dikubur di samping Laila. Tubuh dua kekasih itu, yang kini
bersatu dalam keabadian, kini bersatu kembali.
Konon, tak lama sesudah itu, ada seorang Sufi bermimpi melihat Majnun hadir di hadapan
Tuhan. Allah swt membelai Majnun dengan penuh kasih sayang dan mendudukkannya disisiNya.Lalu, Tuhan pun berkata kepada Majnun, "Tidakkah engkau malu memanggil-manggilKu dengan nama Laila, sesudah engkau meminum anggur Cinta-Ku?"
Sang Sufi pun bangun dalam keadaan gelisah. Jika Majnun diperlakukan dengan sangat baik
dan penuh kasih oleh Allah Subhana wa ta’alaa, ia pun bertanya-tanya, lantas apa yang
terjadi pada Laila yang malang ? Begitu pikiran ini terlintas dalam benaknya, Allah swt pun
mengilhamkan jawaban kepadanya, "Kedudukan Laila jauh lebih tinggi, sebab ia
menyembunyikan segenap rahasia Cinta dalam dirinya sendiri."

Sumber: Negeri Sufi ( Tales from The Land of Sufis )



Catatan Selengkapnya »

Hampura-Yayan Jatnika (Lirik)

0 comments


Bulan...anu katembong sapotong..
Bentang,singkaretit narembongan...
maturan hate nu tunggara...
alatan dipeugatkeun Cinta..
Duh....Nalangsa..

Diri..ukur sumerah kaGusti
Mugi,sing kiat nandangan Lara
lamun seug enya ieu Karma
kuring kungsi milampah Dosa...
Duh.....Ampun Gusti

Reff:
Kamana...kamana neangannana
manehna nu Kungsi ku kuring di nyeunyeuri..Hampura...
Kamana...kamana neangannana
manehna nu Kungsi ku kuring di nyeunyeuri..Hampura...

Diri..ukur sumerah kaGusti
Mugi,sing kiat nandangan Lara
lamun seug enya ieu Karma
kuring kungsi milampah Dosa...
Duh.....Ampun Gusti

Reff:
Kamana...kamana neangannana
manehna nu Kungsi ku kuring di nyeunyeuri..Hampura...
Kamana...kamana neangannana
manehna nu Kungsi ku kuring di nyeunyeuri..Hampura...

Kamana...kamana neangannana
manehna nu Kungsi ku kuring di nyeunyeuri..Hampura...
Kamana...kamana neangannana
manehna nu Kungsi ku kuring di nyeunyeuri..Hampura...

tonton video Hampura (klik)
Catatan Selengkapnya »

Legenda Agus Omeng

0 comments



Di suatu desa, ada pemuda bernama Omeng. Nama aslinya mah Agus Sopandi. Tapi karena dia mantan pemain smackdown, dia dipanggil Omeng.

Di desa tersebut ada mitos, siapapun yang mendekati Omeng, niscaya akan menderita hapur saawak-awak  shit!! Ngeri banget

Omeng selalu hidup kesepian. Bahkan Sobri sahabat baiknya pun kini menjauhinya. aaaa kasian atulah  krik krik..

Suatu hari ada gadis dari Bandung yang maen ke desa, namanya Jessica. Orangnya cantik, imut, tapi sayang mulutnya bau kardus baseuh

Jessica melihat Omeng yang lagi cingogo sendirian dihandap tangkal toge. “Wah siapa tuh? Kasian alone, pasti dia emokids” ujar Jessica.

Pas Jessica mau nyamperin, tiba2 datang Pak Lurah menghampiri Jessica. “Neng jangan deketin dia, bisi hapur saawak-awak siah”

Jess: emang kenapa pak? Lurah: dia sumber penyakit di desa ini. Jess: AH MASA PAK? Lurah: anjir neng mulut neng bau waladolin

Karena hebosan Jessica, pak lurah pingsan didinya keneh. “Ih ai pak lurah kadon sasarean didieu, samarukna spring bed -,-” ujar jess.

“TOLOONG TOLOONG PAK LURAH PINGSAAAN” jessica teriak karna panik. Omeng pun menghampiri dan langsung memberi nafas buatan kepada pa lurah

Setelah diberi nafas buatan oleh omeng. Pak lurah langsung cenghar :O Pak lurah berterima kasih pada omeng dan ngasih uang Rp.1500,-

TAPI…. Pas malemnya teh pak lurah jol menderita hapur saawak-awak  TIDAK! INI TIDAK MUNGKIN TERJADI

Ternyata mitos tentang Agus Omeng dan hapur itu benar ada nya. Pak lurah langsung ngesms meminta tolong kepada Mario Teguh.

Karena pak lurah merasa butuh motivator untuk menyemangati hidupnya setelah positif hapur saawak-awak

Pa Lurah: mar,dimana euy? Mario Teguh: ieu saha? Pa Lurah: kasih tau gak yaaaaa :3 Mario Teguh: aisiaaa -______-”

P.Lurah: ieu aing lurah yayat. M.Teguh: Oh aya naon lur? lurah. P.Lurah: tulungan aing hapur M.Teguh: superrr. P.Lurah: masia -___-”

Mario Teguh pun datang ke desa dan menemui pak lurah. Karek ge datang Mario Teguh teh jol ceramah -,- pak lurah pun rungsing bukan main.

Kela nu nanya hapur naon. –> HAPUR ADALAH PENYAKIT KULIT. YANG SUKA ADA PUTIH-PUTIH NGAJAREBLAG DI KULIT. MASIH ADE KAKA SAMA “PANU”

“Naon atuh aisia datang2 jol wawiweuw!” Ujar pak lurah. Mario pun teunggar kalongeun saat itu karena reuwas di sengor

TAPI ADA YANG ANEH DENGAN MARIO TEGUH!!! :O pak lurah curiga, “naha mario teguh teh aya kumisan ayeuna mah” pak lurah ngaharewos.

TERNYATA.. TERNYATA.. I I I ITU BUKAN MARIO TEGUH :O TERNYATA ITU ADALAH MARIO BROS  Pak lurah salah nomer pas ngesms

Karena kaget, pak lurah mendapat serangan jantung dan kejang2 :’( mario bros kaget, bu lurah kaget, mario bros dan bu lurah kaget

Karena bu lurah dendam, bu lurah meminta bantuan kepada HULK untuk membunuh Omeng. Lalu bagaimana nasib Omeng?? Dan Jessica??

“Apapun makanan nya, minumnya…… CAI GALON AJA” #iklan

Di suatu tempat, Jessica yang selalu bersama Omeng setelah kejadian tersebut. Ternyata juga menderita hapur  ih anjir gareuleuh -,-

Jess: meng,gimana nih kita dicari HULK? Omeng: iya, kita harus pergi dari sini  Jess: kita? Lo aja kali gue engga. Omeng: sianying -_-”

Pas lagi jalan di gang, tiba2 mereka berdua bertemu dengan HULK :O anjir kumaha ieu. Bisa2 si omeng dijieun parab lauk ku si HULK. aaaa

Hulk yang berbadan besar ciga bus kobutri pun mengamuk. “KADIEU SIAH KOMENG!!” Teriak Hulk. Hulk langsung berlari mengejar.

Sok kebayang gak kalo kamu diuudag HULK? *jreeeeeng *jreeeeeng

Omeng dan Jessica lumpat sataker kebek dan terus diudag Hulk. 54 jam mereka paudag-udag,tanpa sadar ternyata mereka udah nyampe Palembang

Hulk yang merasa leuleus karena ngudag 54 jam, berhenti sejenak untuk membeli makanan khas palembang, yaitu tahu cibuntu.

Sementara itu, Omeng dan Jessica memutuskan untuk kembali ke desa karna saat itu ada truk. Mereka berdua pun nangkel kanu truk.

Pas lagi nangkel, ternyata ada logak yang badag :O truk ngagijlug dan Jessica ngacleng dari truk dan mebes masuk ke gawir

Omeng cirambai, karena satu2nya teman yang dia punya, mebes dan gugulutukan masuk gawir. Omeng sedih  #np ST12 – Saat Terakhir

Pas nyampe desa Omeng putus asa lulumpatan di leuweung. Pas lagi lumpat, Omeng titajong dan kepalanya menyundul tangkal caringin  aduh

Omeng pun dilarikan ke rumah sakit saat itu. Karunya atulah plis euy, karek ge tidagor kana tangkal kadon dititah lumpat ka rumah sakit

Di rumah sakit ternyata ada Dokter Boyke. Omeng dirawat oleh Dr.Boyke. Tapi sayang……. Omeng pun tak bisa diselamatkan  aaaaaaaaaa :’(

Kini, Agus Omeng telah tiada  namun penyakit hapur nya masih eksis hingga kini. Terimakasih Omeng. Tanpa kau hapur takkan ada :’( #TAMAT

Hikmah dari cerita tersebut: 1. Jangan nangkel dinu truk. 2. Jangan lulumpatan. 3. Jangan pacaran

diambil berdasarkan tulisan @infoCapruk(Asep Balon)
Catatan Selengkapnya »

Goresan keHampaan

0 comments


















Kubangun sebuah Rumah...
Dari balok2 harapan dan Kasih Sayang
Serta Sisa Cinta dan Ketenangan
Entah yang mana lagi kemudian kan Pergi
tanpa sudi mengenang siapa Aku.....

Hanya dinding atap yang pecah
yang selalu kujadikan penghujung Dunia..
lontaran kesyahduan masa Silam
yang semakin meremang dan Buram
sayatannya terus bergelanyut torehkan sebilah luka..
membuatku beku tinggalkan Azab nan Fana..

akh.....
Lekas...lekas...Kita harus pergi esok..
Menjemput kegetiran nan Kusam......


Tumaritiz.


Catatan Selengkapnya »

Pantaskah ini disebut SUFI...??

0 comments















Alangkah sedihnya perasaan dimabuk cinta
Hatinya menggelepar menahan dahaga rindu
Cinta digenggam walau apapun terjadi
Tatkala terputus, ia sambung seperti mula
Lika-liku cinta, terkadang bertemu surga
Menikmati pertemuan indah dan abadi
Tapi tak jarang bertemu neraka
Dalam pertarungan yang tiada berpantai


Aku mencintai-Mu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingat-Mu
Cinta karena diri-Mu, adalah keadaan-Mu mengungkapkan tabir
Hingga Engkau ku lihat
Baik untuk ini maupun untuk itu
Pujian bukanlah bagiku
Bagi-Mu pujian untuk semua itu


Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cinta-Mu
Hingga tak ada satupun yang mengganguku dalam jumpa-Mu
Tuhanku, bintang gemintang berkelip-kelip
Manusia terlena dalam buai tidur lelap
Pintu pintu istana pun telah rapat
Tuhanku, demikian malam pun berlalau
Dan inilah siang datang menjelang
Aku menjadi resah gelisah
Apakah persembahan malamku, Engkau terima
Hingga aku berhak mereguk bahagia
Ataukah itu Kau tolak, hingga aku dihimpit duka,
Demi kemahakuasaan-Mu
Inilah yang akan selalau ku lakukan
Selama Kau beri aku kehidupan
Demi kemanusian-Mu,
Andai Kau usir aku dari pintu-Mu
Aku tak akan pergi berlalu
Karena cintaku pada-Mu sepenuh kalbu


Ya Allah, apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di dunia ini,
Berikanlah kepada musuh-musuh-Mu
Dan apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di akhirat nanti,
Berikanlah kepada sahabat-sahabat-Mu
Karena Engkau sendiri, cukuplah bagiku


Aku mengabdi kepada Tuhan
bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku pada-Nya
Ya Allah, jika aku menyembah-Mu
karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembah-Mu
karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu
yang abadi padaku


Alangkah buruknya,
Orang yang menyembah Allah
Lantaran mengharap surga
Dan ingin diselamatkan dari api neraka
Seandainya surga dan neraka tak ada
Apakah engkau tidak akan menyembah-Nya?
Aku menyembah Allah
Lantaran mengharap ridha-Nya
Nikmat dan anugerah yang diberikan-Nya
Sudah cukup menggerakkan hatiku
Untuk menyembah-Mu


Sulit menjelaskan apa hakikat cinta
Ia kerinduan dari gambaran perasaan
Hanya orang
yang merasakan dan mengetahui
Bagaimana mungkin
Engkau dapat menggambarkan
Sesuatu yang engkau sendiri bagai hilang
dari hadapan-Nya, walau ujudmu
Masih ada karena hatimu gembira yang
Membuat lidahmu kelu


Andai cintaku
Di sisimu sesuai dengan apa
Yang kulihat dalam mimpi
Berarti umurku telah terlewati
Tanpa sedikit pun memberi makna


Tuhan, semua yang aku dengar
di alam raya ini, dari ciptaan-Mu
Kicauan burung, desiran dedaunan
Gemericik air pancuran
Senandung burung tekukur
Sepoian angin, gelegar guruh
Dan kilat yang berkejaran
Kini
Aku pahami sebagai pertanda
Atas keagungan-Mu
Sebagai saksi abadi, atas keesaan-Mu
dan
Sebagai kabar berita bagi manusia
Bahwa tak satu pun ada
Yang menandingi dan menyekutui-Mu


Bekalku memang masih sedikit
Sedang aku belum melihat tujuanku
Apakah aku meratapi nasibku
Karena bekalku yang masih kurang
Atau karena jauh di jalan yang ‘kan kutempuh
Apakah Engkau akan membakarku
O, tujuan hidupku
Di mana lagi tumpuan harapanku pada-Mu
Kepada siapa lagi aku mengadu?


Ya Allah
Semua jerih payahku
Dan semua hasratku di antara segala
kesenangan-kesenangan
Di dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau
Dan di akhirat nanti, di antara segala kesenangan
Adalah untuk berjumpa dengan-Mu
Begitu halnya dengan diriku
Seperti yang telah Kau katakan
Kini, perbuatlah seperti yang Engkau kehendaki


Ya Tuhan, lenganku telah patah
Aku merasa penderitaan yang hebat atas segala
yang telah menimpaku
Aku akan menghadapi segala penderitaan itu dengan sabar
Namun aku masih bertanya-tanya
Dan mencari-cari jawabannya
Apakah Engkau ridha akan aku
Ya, Ya Allah
O Tuhan, inilah yang selalu mengganggu langit pikiranku


Ya Allah
Aku berlindung pada Engkau
Dari hal-hal yang memalingkan aku dari Engkau
Dan dari setiap hambatan
Yang akan menghalangi Engkau
Dari aku

Ya Illahi Rabbi
Malam telah berlalu
Dan siang datang menghampiri
Oh andaikan malam selalu datang
Tentu aku akan bahagia
Demi keagungan-Mu
Walau Kau tolak aku mengetuk pintu-Mu
Aku akan tetap menanti di depannya
Karena hatiku telah terpaut pada-Mu


Tuhanku
Tenggelamkan diriku ke dalam lautan
Keikhlasan mencintai-M
Hingga tak ada sesuatu yang menyibukkanku
Selain berdzikir kepada-Mu

(Sumber; Syair2 Sufi)
Catatan Selengkapnya »